Kebodohan yang Tersamarkan


Tak jarang…kadang kala… seringkali…,

Kita menyukai maupun membenci sesuatu justru karena ketidakmengertian, lebih dalam karena ketidakpahaman, bahkan bisa jadi karena ketidakmengertian juga ketidakpahaman kita.
Juga akan menghentikan kita bertindak lebih dalam lagi untuk berusaha memaknai karena perasaan bahwa kita sudah mengerti dan sudah memahami. Selebihnya, tak akan ada lagi upaya, karena perasaan itu yang membatasi.
Bersikap netral (tak berbaik sangka dan tak berburuk sangka), sepertinya jauh lebih baik ketika kita memutuskan untuk mendalami hal-hal yang ingin kita mengerti, kita pahami.
“Kebenaran hanya milik ALLAH, dan kesalahan adalah karena kebodohan manusia itu sendiri.”
Itulah ungkapan yang seharusnya dipegang teguh, seyakin apapun kita sebagai manusia, bisa saja salah. Manusia tak dapat benar-benar memiliki kebenaran, juga tak dapat memastikan bahwa kepintarannya bisa jadi adalah kebodohan yang tersamarkan.
Mungkin, itulah mengapa kita selalu meminta petunjuk, setiap hari, setidaknya lima waktu sehari, setidaknya juga tujuh belas kali sehari. Mungkin…
Mungkin juga, itulah mengapa kita diwajibkan menuntut ilmu sedari lahir hingga ke liang lahat kita. Mungkin…
Hanya saja, tak jarang pembatasan justru kita ciptakan sendiri. Ego menguatkan kebodohan, menghasilkan dalih-dalih pembenaran. Kita pun menjadi orang yang pandai berdalih.

Entahlah… Setidaknya, ini adalah opiniku, bukan yang lain.
Semoga, tulisan ini bukan buah dari kebodohan yang aku samarkan. Meskipun aku masih begitu yakin, sampai di titik ini, aku masihlah merasa sangat bodoh.
Aku masih merasa, aku orang bodoh.

Tangerang, 21 April 2016 07.55
Capung-capung terbang beriring
Melawan angin di hari yang kering
Tak adakah hari tanpa keangkuhan?
Yang bahkan untuk mendengar kata-kata saja, ia pun enggan

Awan-awan putih menyusur merintih
Terpandang mata yang tertuju tanpa maksud apa-apa
Butakah sudah saat rasa telah berubah
Mata hati ini tak lagi mencerahkan nurani?

Kudengar ada duka disana
Kudengar ada caci disini
Kudengar ada orang saling pukul
Untuk menunjukkan mana-mana yang betul
Kudengar ada tangis yang miris
Kudengar suara-suara banyak perkara
Kudengar…
Kudengar…
Kudengar dia semakin pintar
Pintar berdalih membuat hati makin perih
Pintar berdusta pada hal yang tak diketahuinya mengapa
Pintar bersombong diri meninggikan harga diri
Pintar menipu meski kebenaran harus tersapu
Pintar membenarkan dengan banyak kesalahan
Pintar merasa pintar, membodoh-bodohkan kebodohan
Andai padi tak merunduk lagi kala berisi
Andai air tak lagi mengalir dari hulu ke hilir
Andai cahaya tak bersinar lagi, dan hanya gelap adanya
Yaa ALLAH, maafkanlah kebodohan hamba-Mu ini…
Maafkanlah…
Maafkanlah…
Tangerang, 22 April 2015 13.45

Posting Komentar

0 Komentar