"Titip yaa..."



Aku tak pernah tahu seperti apa surga itu,
hanya sebagaimana orang-orang katakan bahwa surga sangat menawan.
Tampak dalam angan-angan ketika mereka menggambarkan bahwa surga bagai taman nan indah, mengalir sungai-sungai jernih segala rupa.

Aku tak mampu membayangkan wujud surga seperti apa,
Sedangkan jasad tak lagi tertaut dengan ruh ketika ia harus tinggal di pembaringan tempatnya bermula.

Kekasih,
Kutitipkan satu pesan pada ruhanimu untuk kau bawa menghadap ke haribaan-Nya.
Meski temaram jalan dunia,
serta tandus tanah sengketa nurani terdalam dan nafsu yang fana.

Jangan lupakan barang sejenak pesanku ini.

Kekasih,
Tetaplah aku merindukan perjumpaan,
meskipun telah lama aku disini, berdiri sendirian.
Sebab kumuhnya diri sedang kubersihkan sebisa-bisanya.
Bahwa aku malu jika hendak bertemu,
sedang ruh titipan ini masih keruh dan begitu semu.
Entah dengan cara apa hendak bersolek,
aku masih belum tahu.
Namun, aku tetaplah hamba yang masih berangan rindu.

Kekasih,
Mari duduk bersamaku...
Biar kita bercengkerama sebentar saja,
Setidaknya sampai pada masa kita saling terpisah dalam lelah,
setelah mengarungi dunia yang gumamnya tak rata,
wujudnya tak nyata.

Kekasih,
Mari bercita-cita untuk bisa saling berbahagia,
dalam satu syarat, dalam satu isyarat.
kita tak akan bisa bersedih selama-lamanya,
apabila kita masih mampu untuk saling bercengkerama.

Sleman, 30 Maret 2019   10.49

Posting Komentar

0 Komentar