Ssttt... Si bodoh sedang berbilang

Sekiranya saya di suruh bicara tentang agama, apalah saya yang kebodohannya jauh lebih banyak dibanding pengertian saya yang sering salah. Dan jikalau saya berbicara terlalu banyak atas hal itu, memanglah ego dan rasa angkuh yang saya miliki terlalu besar melebihi secuil pengetahuan yang saya artikan dalam kehidupan saya. Tapi, besarnya kebodohan, ego, dan rasa angkuh saya saat ini jauh lebih baik ketimbang saya tidak pernah menyadari hal itu sedini mungkin. Akan lebih baik lagi, hal-hal tak baik itu saya perbaiki barang sedikit demi sedikit, meski harus menghabiskan semua sisa waktu hidup saya. Toh, usia yang ada diberikan oleh-Nya sebagai masa-masa ujian. Sejauh mana diri kita mengakhirinya dengan kebaikan yang patut dipertimbangkan. Setidaknya, sejauh itulah pengertian saya saat ini. Meski dengan segala keterbatasan pikir yang ada. Kalaulah anggapan orang lain berbeda, setidaknya memang tak pernah ada dua orang yang kembar identik selama dunia diciptakan.

Ada sedikit hal yang saya pelajari tentang kebaikan. Dan semoga, yang sedikit itu bisa saya sampaikan pada nurani untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Aamiiin yaa robbal 'alamiin...

Orang pernah berkata pada saya, ketika kita memberi sesuatu yang baik sekalipun dan kita menyatakan pada seseorang kalau kita ikhlas memberikannya, pernyataan itu juga yang menunjukkan bahwa kita belum benar-benar ikhlas.
Yang saya tangkap, ternyata ikhlas memang pekerjaan hati yang terlampau berat. Bahkan saat kita merasai diri telah benar-benar mantap dengannya. Seperti halnya khusyuk dalam sholat yang memang terlampau sulit, ikhlas pun juga seperti itu agaknya.
Saya juga pernah membaca dan menyaring tentang hal serupa. Ketika kita memberi, membantu, menolong, maupun menderma pada sesuatu, sementara tersirat dalam hati meskipun kecil saja, bahwa kita adalah orang baik, orang yang telah berbuat baik, kita dermawan, kita seorang penolong, saat itu juga dalam kadar tertentu, kita telah mendekat pada sifat takabbur.
Dalam beberapa ceramah keagamaan, saya sering mendengar bahwa kebenaran hanya milik Allah, dan kesalahan adalah karena kebodohan manusia itu sendiri.
Ada juga untaian kata, bahwa orang yang celaka adalah yang hari kemarin lebih baik dari hari ini. Orang yang merugi adalah yang hari ini sama dengan hari kemarin. Orang yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Yah, begitu sulitnya menjadi baik. Bahkan menjadi sedikit lebih baik. Akan tetapi, yang saya maknai dari hal tersebut adalah bahwa sebagai manusia, kita tidak diwajibkan untuk ikhlas, untuk benar, juga untuk menjadi orang baik. Sebagai manusia, kita lebih diharuskan untuk berusaha ikhlas, berusaha melakukan hal yang benar, juga berusaha menjadi lebih baik. Sebaik apa kita pada akhirnya, Allah lah yang memutuskan.
Proses adalah bagian kita, sedangkan hasil adalah hak dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Barangkali, apa yang saya maknai ini salah. Kalaulah seperti itu, jelas itu adalah karena kebodohan saya sebagai seorang manusia yang masih belajar tentang hakikat hidup dan kehidupan.

Demak, 8-9 September 2017

Posting Komentar

0 Komentar