Dulu, ketika masih kanak-kanak ada saat dimana aku mendapatkan pelukan Bapak yang berjaket tebal. Cerita-cerita berlalu sebagai penghangat suasana, diiringi suara-suara gelegar bercampur desis air yang jatuh selebat-lebatnya. Petir dan gemuruh di luar rumah tak kalah seram terasa, hingga suasana seolah muram. Jendela dengan kaca lebar menampakkan gelapnya jalanan depan rumah, tak ada siapa-siapa juga tak ada apa-apa. Selain air dan tanah basah tentunya. Tetap saja aku masih berada di samping Bapak, seraya diingatkan agar setiap gemuruh datang, tak lupa agar aku mengingat Sang pencipta. Selebihnya, terkadang aku hanya tertidur hingga tenteram datang menyisakan bumi yang kuyup menandakan hujan telah reda. Sore hari terkadang baru aku bangun dari tidurku di antara hujan kala itu.
Menginjak usia anak kecil, aku semakin berani menatap hujan lebih lama. Rasa ingin tahu mendorong diri untuk semakin menyukai datangnya hujan. Setelah itu, barulah aku seperti tertarik untuk berpadu dengannya. Iri rasanya, melihat kawan sebaya berlari-lari basah kuyup saat hujan sedang deras-derasnya. Hingga suatu kali, pun ku coba untuk ikuti rasa inginku, jadilah saat itu aku berbasah-basah ria ketika hujan lebat datang. Senaaang sekali rasanya..... Entah karena apa, meski toh setelahnya demam datang sebagai imbasnya. "Jangan hujan-hujanan, kalau sakit ndak bisa sekolah", begitu setelahnya. Atau "Kalau kena air hujan, langsung mandi yaa. Biar ndak sakit". Ada lagi "Tutupin kepalanya pakai plastik, biar ndak pusing kalau kehujanan. Sampai rumah langsung ganti baju". Atau kata-kata lain yang diwanti-wanti oleh keluarga, untuk aku turuti tentunya. Dan kata-kata itu, dalam waktu lama menjadi kata berjawab "iya" yang merasuk lama dalam pikiran dan perbuatanku seterus-terusnya. Doktrin masa kecil barangkali yaa...
Lain hari ini, sengaja saja aku niatkan untuk menikmati hujan yang sepertinya telah lama kurindukan. Sengaja saja aku tak memakai jas hujan, keluar rumah meninggalkan suasana kering menuju kebasahan. Cuaca panas yang lama terasa membuat banyak hal terasa agak hambar, benar-benar hambar. Kesejukan dan sedikit rasa dingin dari hujan lebat yang kuinginkan, untuk dirasai untuk dinikmati. Selain juga karena kesenangan masa kanak-kanak yang ingin ku-
nostalgia-kan lagi tentunya. Hari ini benar-benar badanku basah kuyup oleh hujan, hanya saja kata-kata di masa itu masih ada saja merasuk dalam perbuatanku.
"Kalau kena air hujan, langsung mandi yaa. Biar ndak sakit". Ada lagi "Tutupin kepalanya pakai plastik, biar ndak pusing kalau kehujanan. Sampai rumah langsung ganti baju".
Beberapa hari lagi, aku seksikan umurku berganti angka, menurut kalender modern tentu saja. Sementara masa kanak-kanak masih begitu membekas dalam ingatan dan ke-kangen-an. Juga tentang hujan deras yang mereda di kala senja, laron-laron yang menggerayangi lampu dan neon di malam usai hujan reda, berlari-lari diantara hujan lebat hingga basah kuyup, becek-becekan dengan kostum jas hujan di samping rumah, naik dokar sore hari sepulang dari pasar usai menunggu Mamak mengemasi dagangannya, menunggu Mamak di gapura Dusun membawa dua payung, serta cerita-cerita lain tentang aku dan hujan. Entah perjalanan waktu apa selama ini dan nanti. Entah... Tapi tetap saja...
Aku
"Rindu Hujan".
02.13 dini hari
_Bogor, 10 Oktober 2015_
0 Komentar