Saya gagal mengerti dengan adanya
perbedaan waktu antara orang dewasa, masa remaja, ataupun masa kanak-kanak. Tentang waktu orang tua, saya belum sampai pada tahap itu. Secara harfiah memang sama, 12 bulan dalam setahun, 30 hari dalam sebulan,
tujuh hari dalam seminggu, 24 jam dalam sehari, 60 menit dalam sejam, serta 60
detik dalam semenit. Namun, kalau saya melihat dari intensitas perasaan yang
didapatkan dan suasana universal yang diterima akal pikiran, perjalanan waktu
yang ada memiliki banyak perbedaan. Jeda dari satu waktu menuju waktu yang
lain, sangat berbeda. Tempo, cepat lambatnya guliran waktu juga konsisten
berubah. Sampai pada nalar tertentu, kita baru menyadari bahwa ada suatu fase
yang semakin lama semakin tertinggal jauh dan suatu fase baru lagi melambai
berucap selamat datang. Hanya memang, kesadaran itu tak muncul setiap
saat, setiap waktu. Kita hanya mengalir menunggunya datang, lantas mengalir
lagi untuk lupa. Banyak hal menjadi sebab menurut hemat saya. Otak kita memang
semakin dewasa menerima kejadian demi kejadian. Disamping mulai keriput dimakan
usia dan kelambanannya dalam menelaah banyak hal tak bisa dipungkiri adanya.
Hal yang serupa diterima juga oleh perasaan. Tinggal mana-mana saja yang
melatihnya lebih baik dalam menanggapi setiap prasangka dalam setiap hubungan
kenyataan demi kenyataan. Sebab, perasaan berproses dalam diam, lakunya tak
tertangkap oleh inderawi. Akan tetapi, akibat yang ditimbulkan jauh lebih
banyak mempengaruhi hidup dan kehidupan.
Makanya, pada banyak hal saya katakan:
“Seringkali, hal yang tak terlihat nyata justru lebih nyata dalam
keyataan-kenyataan yang ada.”
Bogor, 19 Desember 2018_06:57
(bersambung...)
0 Komentar